Jumat, 06 April 2012

ANALOGI SEMPURNA

"Analogi menjelaskan sinergi/kesempurnaan"


(agak berat.. )



Bagaimana Kausa Prima mengungkapkan esensi/eksistensi manifestasi-NYA pada awal kehidupan umat manusia? Bukankah melalui (logos-logos visual) alam beserta fenomena-fenomenanya? Bukankah alam dan waktu (sesungguhnya) senantiasa `bercerita' tentang esensi kesempurnaan Yang Satu? Bukankah alam merupakan realitas manifestasi kesempurnaan yang sesungguhnya? Bukankah kesempurnaan dijelaskan melalui analogi?

Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.

Analogi ialah kenyataan yang dicipta daripada perbandingan antara satu perkara dengan perkara yang lain berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan untuk menyatakan maksud tertentu.

Mengapa analogi menjelaskan kesempurnaan? Karena analogi secara langsung menjelaskan manifestasi Kausa Prima, pencipta dan ciptaannya, dualitas sempurna, misteri keberadaan maupun klausul atas Tuhan yang (mengalami) `amnesia':

Contoh analogi:

- Badannya kurus seperti lidi

Sebagai sebuah kesatuan analogi, premis lidi, tidak dimungkinkan untuk bisa mengacu pada pemaknaan secara harfiah sebagai obyek/logos mandiri tanpa keberadaan premis kurus, esensi "lidi" tidak akan ada tanpa esensi kurus.

Esensi "kurus" merupakan kausa/aksioma bagi keberadaan esensi "lidi" dengan kata lain, "lidi" merupakan proyeksi atas/bagi "kurus" yang menjadi kausa utama penjelasan. Secara implisit "kurus" memanifestasikan esensinya melalui "lidi", oleh karena itu premis lidi tidak akan menjelaskan esensi apapun tanpa keberadaan premis kurus.

Keberadaan pemis lidi tidak akan dimungkinkan tanpa premis kurus, sementara "kurus" tetap ada atau bisa berdiri sendiri tanpa kehadiran "lidi". Secara keseluruhan keberadaan "lidi" hanyalah sebagai faktor yang memperkuat, menegaskan atau MEMANIFESTASIKAN (eksistensi) esensi "kurus".

Kesempurnaan analogi hanya bisa dicapai melalui bentuk pemahaman/pandangan bahwa perbedaan antara "kurus" dan "lidi" hanyalah sebatas logos (tanpa arti), kecuali menjelaskan/memiliki (kesamaan/kesempurnaan) esensi yang satu - dengan "kurus" sebagai kausa (utama) bagi/atas keberadaan "lidi".


Cermati bentuk pernyataan dibawah ini:

Sebagai sebuah kesatuan sinergi, premis "manusia", tidak dimungkinkan untuk bisa mengacu pada pemaknaan secara harfiah sebagai obyek/logos mandiri tanpa keberadaan premis "Tuhan", esensi manusia tidak akan ada tanpa esensi Tuhan.

Esensi Tuhan merupakan kausa/aksioma bagi keberadaan esensi manusia dengan kata lain, manusia merupakan proyeksi atas/bagi Tuhan yang menjadi kausa prima penjelasan. Secara implisit Tuhan memanifestasikan esensinya melalui manusia, oleh karena itu, premis "manusia" tidak akan menjelaskan esensi apapun tanpa keberadaan premis "Tuhan".

Keberadaan pemis "manusia" tidak akan dimungkinkan tanpa premis "Tuhan", sementara "Tuhan" tetap ada atau bisa berdiri sendiri tanpa kehadiran manusia. Secara keseluruhan keberadaan manusia hanyalah sebagai faktor yang memperkuat, menegaskan atau MEMANIFESTASIKAN (eksistensi) esensi Tuhan.

Kesempurnaan sinergi hanya bisa dicapai melalui bentuk pemahaman/pandangan bahwa perbedaan antara Tuhan dan manusia hanyalah sebatas logos (tanpa arti), kecuali menjelaskan/memiliki (kesamaan/kesempurnaan) esensi Yang Satu - dengan Tuhan sebagai Kausa (Prima) bagi/atas keberadaan manusia…TUHAN MANUSIA – MANUSIA TUHAN

Transformasi logos pada kedua pernyataan diatas menjelaskan bahwa medium (pemahaman) manusia merupakan faktor esensial yang membentuk format keterbatasan/bias atas makna/esensi tertentu akibat keterikatan ego atas pemahaman logos-logos - bentuk visualisasi dasar/awal yang sekaligus melandasi setiap esensi yang dibawakan oleh bahasa verbal maupun tulisan. Medium (manusia) merupakan realitas/aksioma ketidak/kekurangsempurnaan yang sesungguhnya.

ANALOGI/SINERGI menggunakan logos-logos dan/atau relasi antara logos-logos untuk menyatakan, menegaskan atau menjelaskan esensi/maksud yang sesungguhnya. ANALOGI/SINERGI terbentuk oleh logos-logos, namun esensi yang hendak dijelaskan telah ada/terdahulu serta tidak terikat oleh keberadaan logos-logos yang menjelaskannya.

TUHAN/EGO menggunakan Malaikat dan Iblis dan/atau relasi antara Malaikat-Iblis untuk menyatakan, menegaskan atau menjelaskan esensi/maksud yang sesungguhnya. TUHAN/EGO terbentuk oleh Malaikat-Iblis, namun esensi yang hendak dijelaskan telah ada/terdahulu serta tidak terikat oleh keberadaan Malaikat-Iblis yang menjelaskannya.

(EGO) MANUSIA menggunakan Kebaikan dan Kejahatan dan/atau relasi antara Kebaikan-Kejahatan untuk menyatakan, menegaskan atau menjelaskan esensi/maksud yang sesungguhnya. (EGO) MANUSIA terbentuk oleh Kebaikan-Kejahatan, namun esensi yang hendak dijelaskan telah ada/terdahulu serta tidak terikat oleh keberadaan Kebaikan-Kejahatan yang menjelaskannya.

Logos-logos dalam analogi tidak bermakna harfiah/mandiri/memiliki hakekat lain kecuali menjelaskan, menegaskan kausa esensi/maksud yang satu/utama, sehingga bisa digantikan/memiliki substituen-substituen selama tidak merubah esensi/maksud yang hendak disampaikan.

Pemis lidi memiliki substituen-subtituen pengganti seperti misalnya:

- Badannya kurus seperti penggaris

- Badannya kurus seperti kawat

Keberadaan premis kurus bisa dikatakan meniadakan bentuk mandiri/makna harfiah logos-logos lidi, penggaris maupun kawat, atau tampak bahwa premis-premis lidi, penggaris maupun kawat menanggalkan bentuk perbedaan antara logos ketika ketiganya mampu menjelaskan esensi yang satu.

Analogi bersifat anti-logosentris atau mendekonstruksi pola pandang yang mengedepankan kesempurnaan pemahaman atas (bentuk/esensi) logos-logos.

Analogi akan senantiasa menjelaskan/membentuk sinergi (atas/dari logos-logos).

ANALOGI/SINERGI adalah realitas KESEMPURNAAN yang sesungguhnya.






ADAM DAN MANUSIA


"Dualitas sempurna"




ESENSI ADAM PADA AWAL PENCIPTAAN
  1. Proyeksi Adam terhadap Tuhan: 
    Adam bercermin dan tunduk kepada Tuhan, yang lebih besar/berkuasa dari/atas dirinya.
  2. Proyeksi Adam terhadap Malaikat dan Iblis: 
    Adam merasa terancam/terusik oleh keberadaan Iblis yang merasa lebih tinggi dari dirinya dan merasa nyaman oleh keberadaan malaikat yang merendah/bersujud kepadanya.
ESENSI MANUSIA PADA AWAL KEHIDUPAN
  1. Proyeksi manusia terhadap Alam : 
    Manusia bercermin dan tunduk kepada Alam/sesuatu yang lebih besar dari dirinya (yang dimanifestasikan melalui bentuk-bentuk (pemujaan) animisme dan/atau dinamisme).
  2. Proyeksi manusia terhadap manusia lain/ego terhadap ego yang lain:
    Manusia akan merasa terancam oleh keberadaan ego-ego (manusia lain) yang (merasa) lebih tinggi dari dirinya (ex: pria-pria purba), dan merasa nyaman oleh keberadaan ego-ego yang merendah/tunduk terhadap dirinya (ex: wanita-wanita purba).
Malaikat dan Iblis, bentuk dualitas, realitas atau ilusi? Apa, siapa dan/atau bagaimanakah mereka sesungguhnya?


Apa, siapa dan/atau bagaimanakah bentuk manifestasi kesempurnaan (sesungguhnya) dari Tuhan/Sang Sempurna? Masihkah kita menghargai/taat/tunduk kepada/terhadap esensi kesempurnaan tersebut?



CREATOR & CO-CREATOR

"Ego, Sang Kausa Prima."


Pertanyaan yang selama berabad abad mengusik benak manusia sehingga melakukan pencarian baik secara ilmiah maupun non ilmiah adalah pertanyaan-pertanyaan tentang: siapa, apa, kapan, mengapa dan/atau bagaimanakah esensi Kausa Prima sesungguhnya?

Analogi kronologi-kronologi kejadian dalam kisah Adam dan Hawa (sekali lagi/sesungguhnya) telah) mengilustrasikan jawaban atas/bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut, awal adalah/sekaligus akhir itu sendiri:

EGO - TUHAN:

"Pada awalnya, Tuhan menciptakan (logos-logos) Malaikat dari cahaya dan Iblis dari api, kemudian Tuhan mengambil segumpal tanah/air dan meniupnya sehingga terciptalah (esensi/logos) Adam."

Adalah Tuhan yang menciptakan logos-logos/elemen-elemen Malaikat dan Iblis yang membentuk/mengawali/menjadi medium bagi Adam untuk memahami esensi kesempurnaan-NYA.

  1. EGO/Tuhan menghendaki agar (segala bentuk proyeksinya) Iblis dan Malaikat untuk bersujud kepada Adam (Manusia)– ciptaannya paling sempurna.
  2. Bukankah pencarian ego atas esensi (kesempurnaan) Tuhan, baik melalui jalur ilmiah-non-ilmiah, theis-non theis dan lain-lain, secara langsung/sesungguhnya membentuk pemahaman atas (kesempurnaan) esensi ego sendiri?...Dualitas sempurna? Bukankah Yang Satu (KAUSA PRIMA) merupakan realitas (manifestasi) kesempurnaan esensi EGO yang sesungguhnya?Para malaikat tunduk/bisa dikuasai/diatur/memuaskan kehendak Sang Sempurna (Adam memandangnya sebagai kebaikan), sementara Iblis menolak untuk merendahkan dirinya (Adam memandangnya sebagai keburukan/kejahatan. 
  3. Tuhan melemparkan/mengeliminasi Iblis kedalam neraka. Adam (& Hawa) menjalani bentuk kehidupan dengan `berperang' melawan Iblis untuk bisa mencapai kesempurnaan kesempurnaan(EGO)-NYA ."
Adalah medium proyeksi Tuhan/elemen-elemen/logos-logos Malaikat dan Iblis, yang membentuk `ilusi'/bias pemahaman Adam atas esensi (kesempurnaan) Kausa Prima Yang Satu.

EGO - MANUSIA:

"Pada awalnya Ego menciptakan logos-logos visual atas keberadaan Matahari (Bola api (raksasa) yang ber-cahaya) yang menyinari tanah/air (alam/dunia) sehingga terciptalah (pemahaman atas) esensi/logos manusia."

Adalah ego yang menciptakan logos-logos (visual dunia) yang membentuk/mengawali/menjadi medium (=Malaikat dan Iblis) bagi manusia untuk memahami esensi kesempurnaannya."

1. Ego menghendaki agar segala bentuk proyeksi yang dipahaminya (alam/dunia) untuk tunduk kepada "logos" manusia– ciptaan ego (yang dianggap) paling sempurna.

2. Sebagian proyeksi dunia/alam tunduk/bisa dikuasai/diatur/memuaskan kehendak ego (=Malaikat), sementara sebagian lain menolak/gagal untuk bisa dikuasai/memuaskan kehendak ego (=Iblis).

3. Ego ingin melenyapkan/mengeliminasi elemen-elemen/aspek-aspek/faktor-faktor/bagian-bagian dunia yang tidak tunduk/bisa dikuasai/memuaskan kehendaknya. Manusia menjalani bentuk kehidupan dengan `berperang' melawan hal tersebut secara fisik, melalui pengetahuan ilmiah/sains dan/atau non-ilmiah/agama/mistis, untuk bisa mencapai kesempurnaan(ego)nya." "Peperangan" adalah bentuk ilusi/sinergi – pilihan Ego.

Sebagaimana diyakini, Kausa Prima merupakan awal dari segala awal/bentuk keberadaan. Namun hal yang tidak bisa dipungkiri adalah, bahwa esensi Kausa Prima/Sang Pencipta, HANYA AKAN ADA/BISA DIPAHAMI SEDEMIKIAN RUPA oleh karena keberadaan umat manusia. Sang Pencipta menjadi aksioma bagi ciptaan dan sebaliknya. Segala bentuk pemahaman dualitas sesungguhnya merupakan bentuk ilusi. Awal (sesungguhnya) adalah/merupakan `ilusi' akhir itu sendiri.


Bagaimana mungkin sebuah kesempurnaan diciptakan dari kenihilan oleh kesempurnaan yang sederajat..?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tanggapan codebreakers