Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Agustus 2012

Bumi Berjuang Hadapi Ancaman dari Manusia


Boulder – Emisi karbon dioksida (CO2) di Bumi terus mengalami peningkatan. Namu, hasil studi terbaru menemukan fakta baru. Bumi juga berjuang bertahan menghadapi ancaman itu. Bagaimana?

Emisi CO2 dari aktivitas manusia meningkat tajam di dekade terakhir dan hal ini membuat planet ini memanas. Beruntungnya, bumi juga menunjukkan kemampuan menyerap setengah emisi tersebut.
Hasil studi ini meneliti laporan emisi CO2 selama 50 tahun terakhir dan diketahui, emisi ini meningkat empat kali lipat. Untungnya, karbon alam yang berhasil ‘menenggelamkan’ gas rumah kaca ini meningkat dua kali lipat sehingga pemanasan di bumi berkurang.
“Bumi terus melakukan tugas beratnya menyerap CO2 yang sangat banyak, bahkan ketika manusia hanya bisa mengurangi sedikit emisi ini,” ungkap peneliti Ashley Ballantyne dari Caroline Alden seperti dikutip Upi.com.
Karbon alam diketahui mampu menyerap karbon atmosfer. “Jika karbon ala mini tersaturasi, dampak emisi manusia pada atmosfer akan berlipat ganda,” tutupnya.

Kamis, 21 Juni 2012

Definisi terbaru siklus air di Bumi

Definisi ini menggambarkan penelitian ilmiah, dan yang paling utama memasukkan tiga siklus yang saling berkaitan ...

Seorang peneliti air, William Waterway Marks, mengemukakan teori terbaru mengenai "Definisi terbaru siklus air di bumi". Hal itu disampaikannya pada "International Symposium on Aqua Science, Water Resources and the Arts", November 2011 lalu. Menurut William Waterways, definisi lama tentang siklus air di bumi pertama kali dicatat oleh Bernard Palissy, 430 tahun lalu. Definisi lama itu hanya mencakup sepertiga dari siklus air bumi, dan tidak menggambarkan penelitian ilmiah terbaru. Definisi terbaru untuk siklus air, sekarang dinamakan dengan "Waterway Cycle" atau "Siklus Waterway" untuk membedakan dengan definisi yang lama. Definisi ini menggambarkan penelitian ilmiah, dan yang paling utama memasukkan tiga siklus yang saling berkaitan yang diketahui sebagai "Cosmic Water Cycle (siklus air di kosmik)", "the Atmospheric Water Cycle (siklus air di atmosfer)" dan "the Oceanic Water Cycle (siklus air di lautan)". Tiga siklus air di bumi itu saling berkaitan dalam hal proses pergantian air di bumi.

Hydrological cycle
klik!
Siklus air di Lautan

 Siklus air di lautan (oceanic water cycle) merupakan siklus yang terjadi di lautan dimana air laut di daur ulang secara terus menerus dengan cara diserap ke dalam bumi lalu dikeluarkan kembali. Menurut penelitian ilmiah, seluruh air laut di dunia ini mengalami siklus daur ulang . Bumi ini diperkirakan memiliki air laut yang benar-benar baru setiap 7 juta tahun. Di dalam lautan ada arus laut dari atas ke bawah, kemudian adanya pergerakan lempeng-lempeng bumi secara tektonis. Selanjutnya dari pergerakan lempeng-lempeng bumi menyebabkan munculnya zona subduksi. Di zona subduksi itu diisi dan diresapi dengan air. Panas dari dalam perut bumi yang menggerakkan siklus air di lautan. Air yang meresap di zona subduksi akan dipanaskan ketika bertemu dengan panas dari dalam perut bumi.  Kemudian "air yang sangat panas" akan keluar di gunung-gunung berapi, berupa letusan lahar, atau sumber air panas. Kejadian tersebut  tidak hanya terjadi gunung berapi yang berada di dalam laut, tetapi juga yang berada di benua. Untuk air yang keluar di gunung-gunung berapi di daratan, maka perputaran air akan terkait dengan siklus air di atmosfer. Teori adanya siklus air di lautan ini merupakan ilmu yang relatif masih baru, karena dilandasi pada perkembangan ilmu pengetahuan mengenai lempeng tektonik yang baru diketemukan sekitar 45-50 tahun belakangan. Menurut William, siklus air di lautan berperan penting dalam keragaman makhluk hidup di bumi ini. Bahkan, mungkin tanpa adanya siklus air di lautan ini tidak akan ada kehidupan di bumi.

klik!
 Siklus air di Atmosfer

Siklus air di atmosfer (the Atmospheric water cycle) merupakan siklus yang terjadi akibat adanya pemanasan oleh matahari terhadap bumi. Siklus air di atmosfer ini yang merupakan definisi lama dari siklus air. Adanya sinar matahari yang jatuh di bumi menyebabkan terjadinya proses penguapan air, kondensasi air,  pengendapan atau turunnya hujan, perjalanan air di permukaan, perjalanan air di dalam tanah. Siklus air di atmosfer ini berhubungan dengan siklus air di lautan, ketika air ditampung di lautan.

klik!
Siklus air di Kosmik

Siklus air di kosmik adalah siklus yang terjadi antara bumi dengan ruang angkasa. Apabila melihat foto bumi, maka terlihat adanya aura bumi yang berwarna biru yang berbatasan langsung dengan ruang angkasa. Itu merupakan selimut bumi yang terdapat di atmosfer bumi. Selimut atmosfer bumi selain berfungsi menahan sinar matahari dan melindungi dari masuknya benda-benda ruang angkasa, ternyata juga berperan dalam siklus air di kosmik. Atmosfer bumi mengandung uap air. Uap air dilepaskan ke ruang angkasa akibat adanya pemanasan sinar matahari. Menurut perkiraan peneliti, bahwa air yang dilepaskan ke ruang angkasa semenjak bumi ini ada sekitar 0,2 persen jumlah air di lautan. Selain bumi melepaskan air ke ruang angkasa, ternyata bumi juga menerima air dari benda ruang angkasa.  Tidak pernah terbayangkan benda langit seperti meteorit ternyata mengandung air. Berdasarkan penelitian ilmiah terhadap meteorit yang jatuh di Texas, pada tahun 1999. Hasilnya, meteorit ternyata mengandung air. Selain itu meteorit juga mengandung nukleus yang mengandung zat yang berperan untuk kehidupan seperti asam amino. Bintang berekor atau komet, pada ekornya ternyata  melepaskan uap air di angkasa luar.  Komet terlihat memiliki ekor, karena komet terpengaruh oleh pemanasan "angin matahari". Kemudian ekor komet itu terlihat karena sinar matahari menangkap adanya partikel-partikel debu, yang ternyata mengandung uap air. Peneliti memperkirakan bumi mendapatkan uap air dari komet sekitar 100.000 juta partikel debu setiap tahun.


klik!

Apa kegunaan dari bumi mendapatkan partikel debu benda ruang angkasa tersebut?

 Hujan yang terjadi di bumi, mengandung nukleus yang berguna bagi kehidupan makhluk di bumi. Pada penelitian tahun 2011, menemukan bahwa unsur-unsur kimia air yang berasal dari komet, memiliki kesamaan unsur-unsur kimia air yang terdapat di lautan. Artinya partikel debu dari benda ruang angkasa memiliki peran penting bagi kehidupan di muka bumi.

klik!




Jumat, 18 Mei 2012

Belerang Menjawab Teka-Teki Bumi


"Hipotesis Gaia" mengklaim bumi memiliki sistem organik yang dapat mempertahankan diri.



Hipotesis Gaia pertama kali disampaikan oleh James Lovelock dan Lynn Margulis pada 1970. Hipotesis ini menyatakan bahwa fisik bumi dan proses biologi sangat berhubungan untuk membentuk suatu sistem yang hidup dan memiliki aturan sendiri. Hipotesis ini menganggap bumi sebagai suatu organisme tunggal.

Sebuah penemuan baru dari Universitas Maryland, Amerika Serikat dapat memberikan kunci untuk menjawab misteri bumi sebagai organisme hidup raksasa sesuai prediksi hipotesis Gaia.

Kuncinya, belerang yang dapat memungkinkan para ilmuwan untuk membuka interaksi tersembunyi antara organisme laut, atmosfer, maupun daratan. Interaksi tersebut mungkin menyediakan bukti yang mendukung teori terkenal ini.

Salah satu prediksi awal hipotesis ini bahwa harus ada suatu senyawa belerang yang dibuat oleh organisme di lautan yang cukup stabil terhadap oksidasi dalam air. Kondisi ini memungkinkan komponen belerang berpindah ke udara.

Entah senyawa belerang itu sendiri, atau produk oksidasi atmosfer, harus dapat  mengembalikan belerang dari laut ke permukaan tanah. Kandidat yang paling mungkin untuk peran ini yakni dimethylsulfide (DMS), yakni cairan yang mudah terbakar dan tidak mudah larut dalam air. Cairan ini mendidih pada suhu 37 derajat celcius.

Publikasi temuan terbaru ini diterbitkan di Universitas Maryland, AS oleh penulis utama, Harry Oduro, bersama dengan ahli geokimia UMD, James Farquhar, dan ahli bilogi kelautan, Kathryn Van Alstyne dari Universitas Western Washington, AS.

Mereka menggunakan alat untuk melacak dan mengukur pergerakan belerang melalui organisme laut, atmosfer, dan daratan. Beberapa cara berguna untuk membuktikan atau menyangkal teori kontroversial Gaia. Studi mereka muncul di jurnal Edisi Online Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Menurut Oduro dan rekan-rekannya, karya ini menyajikan pengukuran langsung pertama dari komposisi isotop dimethylsulfide dan pendahulu dimethylsulfoniopropionate. Pengukuran ini mengungkapkan perbedaan rasio isotop dari kedua senyawa belerang yang diproduksi oleh ganggang laut dan fitoplankton. Isotop merupakan unsur yang atomnya mempunyai jumlah proton yang sama, tetapi berbeda jumlah neutron dalam intinya.

Pengukuran ini terkait dengan metabolisme senyawa oleh organisme laut dan membawa implikasi untuk pelacakan emisi dimethylsulfide dari laut ke atmosfer.

Belerang Sebagai Kunci

Belerang, elemen yang paling berlimpah kesepuluh dalam alam semesta, adalah bagian dari banyak senyawa anorganik dan organik. Siklus belerang melalui tanah, atmosfer dan kehidupan, memainkan peran penting dalam iklim dan dalam kesehatan organisme dan ekosistem.

"Emisi Dimethylsulfide memainkan peran dalam pengaturan iklim melalui transformasi untuk aerosol yang dianggap mempengaruhi keseimbangan radiasi bumi," kata Oduro, yang melakukan penelitian sambil menyelesaikan gelar Ph.D. di bidang geologi & sistem bumi ilmu di Maryland dan sekarang menerima beasiswa postdoctoral di Institut Teknologi Massachusetts. 

Aerosol merupakan partikel padat dalam udara maupun tetesan air.

"Kami menunjukkan bahwa perbedaan dalam komposisi isotop dimethylsulfide mungkin berbeda dalam cara yang akan membantu kita untuk memperbaiki perkiraan emisi dalam atmosfer dan siklus di lautan," kata Oduro .

Seperti banyak unsur kimia lainnya, belerang terdiri dari isotop yang berbeda. Semua isotop dari elemen ditandai dengan memiliki jumlah elektron dan proton yang sama, tetapi jumlah neutron yang berbeda.
Isotop dari elemen ditandai dengan sifat kimia yang identik, tetapi berbeda sifat massal dan nuklir. Akibatnya, para ilmuwan dapat menggunakan kombinasi unik dari unsur isotop radioaktif agar melampaui tanda isotop dengan senyawa yang unsurnya dapat ditelusuri.

"Apa yang Harry lakukan dalam penelitian ini menemukan cara untuk mengisolasi dan mengukur komposisi isotop belerang dari dua senyawa belerang," kata Farquhar, seorang profesor di Universitas Maryland departemen geologi.

"Saya pikir ini sangat penting untuk menggunakan isotop dalam melacak siklus senyawa ini di permukaan lautan seperti perubahan terus menerus dimethylsulfide ke atmosfer. Kemampuan untuk melakukan hal ini dapat membantu kami menjawab pertanyaan iklim yang penting. Akhirnya, akan lebih baik dalam memprediksi perubahan iklim. Bahkan, dapat membantu kami untuk melacak koneksi-koneksi yang lebih baik antara emisi dimethylsulfide dan aerosol sulfat yang akhirnya menguji penghubung dalam hipotesis Gaia, " kata Farquhar.
Vivanews

Selasa, 03 April 2012

Hipotesis Baru Pembentukan Bumi


CANBERRA, Ian Campbell dan Hugh O'Neill dari Australia National University (ANU) mengemukakan bahwa Bumi terbentuk dari mekanisme yang berbeda dari yang dipercaya saat ini. 


 Hasil penelitian mereka menantang teori bahwa Bumi terbentuk dari material yang sama dengan Matahari. Dengan demikian, Bumi punya komposisi chondrit.

Chondrit adalah meteorit yang terbentuk di nebula yang mengelilingi Matahari 4,6 miliar tahun lalu. Meteorit ini berharga karena punya hubungan langsung dengan material awal Tata Surya.

"Selama puluhan tahun, diasumsikan bahwa Bumi memiliki komposisi yang sama dengan Matahari, selama elemen paling volatil seperti hidrogen dikecualikan," ungkap O'Neill.

Teori itu didasarkan pada pandangan bahwa semua benda di Tata Surya memiliki komposisi yang sama. Karena Matahari menyusun 99 Tata Surya, maka penyusun benda di Tata Surya pada dasarnya material Matahari.

Menurut Campbell dan O'Neill, Bumi terbentuk dari tumbukan benda serupa planet yang berukuran lebih besar. Benda angkasa tersebut sudah cukup masif dan memiliki lapisan luar.

Pandangan tersebut didukung oleh hasil penelitian Campbell selama 20 tahun di kolom batuan panas yang muncul dari lapisan dalam Bumi, disebut pluma mantel.

Berdasarkan penelitiannya, Campbell tak menemukan unsur seperti Uranium dan Thorium yang diduga memberi petunjuk bahwa Bumi tercipta dari material chondrit.

"Pluma mantel tidak melepaskan panas yang cukup yang mendukung adanya reservoir ini. Konsekuensinya, Bumi tidak memiliki komposisi yang sama dengan chondrit atau Matahari," ungkap Campbell.

Lapisan luar Bumi purba, kata Campbell seperti dikutip Universe Today, Jumat (30/3/2012), memiliki unsur yang menghasilkan panas yang berasal dari tumbukan dengan planet lain.

"Ini menghasilkan Bumi yang memiliki lebih sedikit unsur yang menghasilkan panas dibandingkan meteorit chondrit, yang menerangkan mengapa Bumi tak memiliki komposisi yang sama," jelas O'Neill.

Hasil penelitian Campbell dan O'Neill dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (29/3/2012).
Sumber :

Selasa, 21 Februari 2012

Kiamat Bisa Terjadi Jika Kutub Terbalik

LONDON, Kiamat atau kepunahan massal kehidupan di Bumi bisa terjadi dalam banyak cara, bergantung pada sudut pandangnya. Salah satu pandangan yang berkembang, kiamat bisa terjadi jika kutub terbalik, kutub selatan menjadi utara dan kutub utara menjadi selatan.
Skenario kiamat akibat kutub terbalik ialah bahwa jika kutub berbalik, benua akan bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, memicu gempa besar, perubahan iklim secara mendadak, dan kepunahan spesies di Bumi. Kutub bisa terbalik jika susunan atom besi yang ada di lapisan dalam Bumi pun berubah, seperti magnet-magnet kecil yang berubah arah. Jika susunan atom-atom besi ini berubah, maka secara umum medan magnet Bumi pun akan mengalami perubahan. Terbaliknya kutub, menurut ilmuwan, memang nyata. Sejarah pernah mencatat bahwa kutub terakhir terbalik pada masa 780.000 tahun yang lalu, atau pada Zaman Batu. Dan yang mengagetkan, Bumi saat ini sedang ada dalam proses pembalikan kutub. Jean-Pierre Valet, peneliti yang melakukan riset tentang putaran geomagnetik, mengatakan, "Perubahan paling dramatis jika kutub terbalik adalah adanya penurunan besar total intensitas medan magnet Bumi." Monika Karte Niemegk Geomagnetic Observatory di GFZ Postdam, Jerman, menguraikan, proses terbaliknya kutub bisa terjadi dalam waktu 1.000-10.000 tahun. Proses itu tak tiba-tiba, dan didahului proses melemahnya medan magnet Bumi. John Tarduno dari University of Rochester menuturkan bahwa medan magnet Bumi sangat berpengaruh pada perlindungan terhadap badai Matahari. "Beberapa partikel terkait lontaran massa korona akan diblok dari Bumi. Jika medan magnet lemah, perlindungan kurang efisien," katanya. Tarduno melanjutkan, partikel Matahari yang masuk ke atmosfer tanpa perlindungan medan magnet bisa membentuk lubang ozon lewat reaksi kimia. Lubang tak akan permanen, tapi bisa bertahan selama 10 tahun dan akan meningkatkan risiko kanker kulit. Valet, seperti dikutip Life Little Mysteries, Rabu (15/2/2012), menyetujui dampak tersebut. Tahun lalu, dalam paper ilmiahnya, ia menguraikan bahwa kepunahan Neanderthals terjadi pada periode yang sama ketika medan magnet Bumi melemah. Dampak lain, medan magnet Bumi melemah bisa merusak teknologi yang ada jika badai Matahari menghantam. Medan magnet yang melemah sendiri akan mengganggu banyak spesies yang mengandalkan geomagnetik untuk navigasi, seperti lebah, salmon, paus, dan penyu. Beberapa hal yang terjadi akibat terbaliknya kutub mungkin meyakinkan beberapa kalangan bahwa kiamat bisa terjadi. Namun, tak sedikit juga ilmuwan yang meragukannya. Skenario kiamat akibat terbaliknya kutub dianggap sepenuhnya fantasi. Contohnya adalah teori yang menyebut terbaliknya kutub bisa mengakibatkan bencana luar biasa akibat benua bergeser dan gempa. Alan Thompson dari British Geological Society, mengatakan, "Tak ada bencana akibat benua bergeser. Geolog bisa melihat dari fosil dan bukti lain." Korte sendiri kurang meyakini kiamat bisa muncul akibat terbaliknya kutub. "Bahkan jika medan magnet Bumi melemah, kita yang ada di permukaan akan dilindungi oleh atmosfer. Sama halnya kita tak melihat dan merasakan medan magnet, kita juga takkan merasakan perubahannya." Apakah Anda memercayainya? Yang jelas, menurut Thompson, perubahan susunan atom besi memang sedang terjadi di bagian bawah Brazilia dan Atlantik Selatan. Medan magnet berkurang sejak 160 tahun terakhir, memicu spekulasi adanya pembalikan kutub. Namun, Thompson juga mengatakan bahwa pembalikan kutub pun bisa saja batal. Bumi adalah sistem yang terlalu kompleks untuk diketahui masa depannya. Di samping itu, waktu perubahan yang masih ribuan tahun bisa memberi kesempatan bagi manusia untuk beradaptasi. Sumber :www.lifeslittlemysteries.com

Senin, 13 Februari 2012

Soal Piramida Butuh Penelitian Geologis




Profesor Stephen Oppenheimer begitu sohor di Asia Tenggara setelah menerbitkan buku berjudul “Eden in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”. Buku itu terbit pada tahun 1998. Buku ilmiah  itu diramu dari pengalamannya menjadi dokter di sejumlah negara di Pasifik dan Asia Tenggara. 

Dia menjadi dokter di kawasan itu antara tahun 1973 hingga 1990-an. Pengalaman menjadi dokter bertahun-tahun itu diramu dengan  temuan genetika, geologi, arkeologi, sejarah, bahasa dan kelautan, maka lahirlah buku tadi.

Dalam buku itu Oppenheimer menulis tentang benua yang hilang di Asia Tenggara, sebuah dataran yang dua kali lebih luas dari India masa kini. Dataran itu dulu menyatukan Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera dengan daratan Asia.

Setidaknya--- begitu ia menulis dalam buku itu --tiga kali “banjir besar” menenggelamkan sebagian besar daratan itu, yang menurut Oppenheimer membuat rakyat berpencar ke berbagai penjuru terutama Pasifik.  Sepanjang karirnya sebagai dokter, Oppenheimer  pernah bertugas  di Malaysia, Papua Nugini, Hong Kong, Nepal dan Kenya.

Banjir besar terakhir itu, kata Oppenheimer yang juga menjadi konsultan acara “The Incredible Human Journey” di BBC itu, terjadi pada 8.000 tahun yang lalu.

Cerita  Oppenheimer ini disebut sejumlah kalangan nyambung dengan cerita Atlantis yang hilang, meski dosen di School of Anthropology Universitas Oxford ini menghindar jika kesimpulannya itu dikaitkan dengan mitos itu.

Penjelasan Oppenheimer ramai diperbincangkan belakangan ini di tengah  Tim Katastrofi Purba yang dibentuk Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief  melakukan penelitian  pada sejumlah tempat yang diduga bersejarah, yang  menguatkan dugaan  adanya bencana besar yang membuat sejumlah peradaban tertimbun.

Tim juga menemukan indikasi bangunan kuno yang berdasarkan uji karbon atas arang yang ditemukan di dekatnya mendekati usia 6.700 tahun yang lalu.

Bagaimana pendapat Oppenheimer yang lulus Fakultas Kedokteran University of London pada 1971 itu mengenai temuan-temuan Tim dari Istana itu? Oppenheimer menjawabnya kepada Arfi Bambani dari VIVAnews dalam wawancara khusus di Grand Bali Beach, Denpasar Bali, Rabu 8 Februari 2012.

Dari sejumlah temuan terakhir, tidakkah Anda melihat ada cukup bukti keberadaan piramida di sini? 

  Yang paling penting dari soal piramida ini adalah memastikan apakah temuan itu sebuah monumen atau sebuah struktur geologi.  Dulu ada orang  yang menemukan sebuah bangunan di bawah air di Yonaguni Jepang. Setelah ditelitii ternyata itu bukanlah monumen, melainkan sebuah struktur geologi.

Sebuah formasi bebatuan, namun mungkin ada modifikasi di atasnya. Yonaguni adalah sebuah contoh, dari sebuah struktur geologis, yang terlihat seperti monumen tapi bukan monumen.   
[Yonaguni adalah sebuah kawasan paling selatan Jepang yang bersisian dengan perairan Taiwan. Tahun 1998, penyelam menemukan struktur bebatuan yang terlihat tertatah rapi di dasar laut.]



Apakah sudah ada kesimpulan final bahwa Yonaguni adalah struktur geologis? 
 Saya membaca tentang itu. Saya memang bukan geolog, namun ada seorang geolog yang tertarik. Dia lalu ke sana menyelam untuk memastikan nya.
Bukankah soal ini Anda singgung juga di buku “Eden in the East”?
O, iya. Buku saya dicetak di tahun 1998, dan gambar Yonaguni  itu ada.  Penerbit saya mengatakan masukkan dia ke dalam.  Jika Anda membaca versi Bahasa Inggris, Anda akan menemukan kualifikasi Yonaguni itu. Apakah buatan manusia, dimodifikasi manusia, atau sebuah struktur geologis.
Jadi Anda harus paham apa arti ungkapan ilmiah “dismissal”.  Intinya adalah bahwa saya tidak mengatakan bahwa saya tidak percaya, saya hanya membutuhkan bukti lebih lanjut, baru saya bisa berkomentar.
Apakah Anda tidak melihat bukti dari penemuan terakhir di Gunung Sadahurip


Semua yang saya lihat di VIVAnews, sebuah gambar formasi bebatuan yang mungkin saja gunung vulkanik. Itu hanya gambar. Apa yang kita butuhkan adalah sebuah penyelidikan geologis. Tapi saya perlu tekankan sekali lagi bahwa bukan berarti saya tidak percaya. Saya hanya minta bukti lebih lanjut.  Dan bukti itu harus dipublikasikan di jurnal ilmiah. [Oppenheimer lalu meminta VIVAnews membuka bukunya, Eden in the East]
Semua apa yang saya jelaskan itu ada dibuku ini. Buku ini diterbitkan di Inggris tahun 1998. Namun kami menambahkan kata pegantar baru. Kami melakukan banyak riset. Dan mempublikasikan riset-riset itu dalam jurnal ilmiah.
Saya juga menjelaskan hasil riset-riset itu dalam buku ini. Anda bisa lihat referensinya di kata pengantar baru, di bagian belakang buku, bahwa hasil riset-riset itu telah dipublikasikan di banyak jurnal.
Nah, kini yang ingin saya sampaikan kepada Anda adalah bahwa saya belum melihat bukti publikasi mengenai penemuan di Gunung Sadahurip.  
Anda mengatakan, sebuah kebudayaan besar harus memiliki sistem bercocok-tanam, pengetahuan berlayar, dan lain-lain. Tidakkah Anda melihatnya di sini? 
Saya melihatnya.  Di Indonesia Anda melihat hewan peliharaan bernama sapi. Dahulu kala, sapi itu didomestikasi di Banteng. Itu sudah dulu sekali. Ayam yang kami punyai di Barat, juga didomestikasi di sini. Usia domestikasi ayam 16.000 tahun lampau. Juga babi dan anjing , semuanya didomestikasi di semenanjung Melayu.
Kerbau juga didomestikasi di sini. Gambarnya muncul di relief di Mesopotamia tiga ribu tahun sebelum Masehi. Jadi jelas bahwa hewan peliharaan datang dari Asia Tenggara ke peradaban Barat. Itu bukti gambar. Tanah air kerbau rawa itu adalah di sini,  tapi muncul 4.500 tahun yang lalu di Mesopotamia.
Bukti lain adalah orang berlayar. Jika melihat genetika manusia,  maka Anda akan melihat bahwa karena kenaikan permukaan air laut maka orang keluar, berpencar ke Malaka, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Mereka pasti pergi dengan naik perahu. Pada tahap pertama, mereka pergi ke tempat terdekat seperti Sulawesi, Lombok, Sumba dan Filipina.
Dan Bali?Dulu Bali terkoneksi dengan Jawa. Bali adalah  bagian dari daratan utama (Sundaland). Lombok adalah pulau pertama sebelum kenaikan muka air laut.
Jika Anda mencari bukti dalam dunia pelayaran, maka Anda akan mendapat bukti penangkapan ikan di Timor. Di sana ada alat pemancingan ikan dari 10 ribu tahun lampau.  Ada juga alat dari kerang.  Alat dari kerang yang ditemukan di timur Indonesia itu, sangat mirip dengan yang saya temukan di Pasific. Sangat tua.
Elemen zaman batu muda (neolitik) adalah domestikasi, keramik dan pelayaran. Ingat, pertanian bukan satu-satunya bentuk domestikasi. Yang telah didomestikasi di Indonesia adalah umbi-umbian seperti talas dan ketela. Dan Papua adalah pisang.  Pisang pertama di dunia datang dari Papua dan usianya 10 ribu tahun.
Itu bukti genetika?Bukan. Itu bukti arkeologis.
Bagaimana dengan padi? Saya pernah baca DNA beras datang dari India?
Cerita genetika padi  sangat rumit. Mari mulai dengan penanggalan arkeologis, lebih mudah. Lalu baru balik ke genetika. Padi tertua yang ditemukan di Sarawak, Kalimantan. Padi ditemukan di pot yang retak. Di dalamnya ditemukan butiran padi  dan kapur. Ilmuwan lalu menggunakan karbon dari padi  itu untuk mengetahui penanggalannya. Dan angkanya 5.200 tahun lalu.
Namun beras ini datang dari semenanjung Melayu dan agak terlokalisir di utara Kalimantan. Di timur Indonesia, padi tak ada sampai 2000 tahun lalu. Jadi agak baru. Jawa juga relatif terlambat, namun saya lupa angka pastinya.
Jadi, apa yang dimakan nenek moyang kami?
Umbi-umbian seperti talas dan sagu. Sagu ini cukup penting karena tumbuh liar. Di Mentawai, di pulau lepas pantai Sumatera Barat, mereka memanen sagu. Sagu juga penting di Papua. Satu-satunya umbi-umbian yang tidak dari sini adalah ubi jalar. Dia dari Amerika. Selain itu, semuanya didomestikasi di sini.  Juga ada pisang, kacang kenari dan kelapa yang didomestikasi di sini.
Kembali ke sagu, ada sebuah riset mengenai Kerajaan Sriwijaya bahwa rahasia kebesarannya salah satunya sagu. Mereka tak harus menanamnya, cukup tebang, biarkan seminggu lalu Anda akan dapatkan sagu. Bagaimana dengan itu?
Teknologi untuk sagu ini sangat tua. Anda menemukannya di seluruh Papua dan Pasifik juga. Tidak harus ditanam. Dengan sagu, orang-orang bisa berdiam di satu tempat. Mereka tidak harus berpindah-pindah seperti pemburu dan peramu. Di daerah rawa, Anda akan dapat banyak sagu.
Orang-orang Polinesia tidak menanam padi. Mereka makan sagu, talas, dan ketela. Namun produk mereka ini datang dari sini.
Kembali ke pertanyaan pertama Anda, saya tidak bermaksud mencari sebuah monumen. Jika seseorang menemukan monumen dan sangat bangga, itu jelas sangat baik.
Sebuah monumen adalah sebuah peradaban. Karena Anda harus memiliki peradaban untuk membangun monumen. Namun Anda tidak harus memiliki monumen untuk membuktikan peradaban di masa neolitik.
Monumen adalah puncak, produk final dari peradaban. Akar dari peradaban adalah bagaimana memberi makan rakyat dan bagaimana menyelamatkan diri. Berlayar adalah keterampilan neolitik, bukan keterampilan masa berburu dan meramu.
Berlayar adalah bukti dari kegiatan neolitik. Menangkap ikan dengan alat-alat kompleks adalah bukti peradaban. Tanpa pasokan makanan besar-besaran, Anda tak bisa memberi makan populasi yang membangun kota atau monumen.

Apakah itu berarti orang Bugis sebagai contohnya karena memiliki keterampilan berlayar paling hebat?Anda akan melihatnya besok di presentasi. Umumnya ekspansi populasi terjadi ketika banjir terjadi, terkonsentrasi di Sulawesi, kampung halaman orang Bugis. Tidak hanya Bugis, tapi juga orang Bajo atau Orang Laut
[Presentasi dimaksud Oppenheimer keynote speech di Konferensi Studi Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia di Hotel Inna Grand Bali Beach, pada Kamis 9 Februari 2012]
Ketika saya menulis buku ini, saya menawarkan “Hipotesis Dua Kereta.” Ada arus migrasi yang terjadi beribu tahun lampau, yang terjadi jauh sebelum angka yang diteorikan antropolog Australia, Peter Bellwood. Bellwood menyebut 3.500 tahun yang lalu, tapi ada yang jauh lebih lampau lagi.
Bellwood berteori bahwa orang-orang datang dari Taiwan, menyebar di Indonesia dan Filipina dan membunuh semua orang di daerah itu. Saya membantah teori itu.  Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah sebaliknya. Orang-orang Taiwan berasal dari sini.
Dalam hipotesis saya, ada dua migrasi. Migrasi pertama 6.000 tahun yang lalu. Saya berargumen mereka mengkoloni sebagian Papua Nugini, Kepulauan Bismarck dan Kepulauan Admiralty. Mereka berdagang bebatuan obsidian dari sana ke Sabah. Maksud saya, dari 6.000 tahun lalu, orang menetap di sini, (Oppenheimer menunjuk peta kepulauan Bismarck), dan lalu terjadi pertukaran teknologi.
Apakah mereka dari Maluku?Iya. Bahkan lebih ke barat; Kalimantan dan Sulawesi. Namun tidak lebih jauh lagi.
Kemudian ada arus orang datang lagi. Lebih sedikit dari yang pertama. Namun dengan teknologi berlayar yang maju sekitar 3.500 tahun lalu. Teknologi baru ini mendorong pergerakan ke seluruh Pasifik. Jadi, ada kereta lambat dan kereta cepat yang umumnya memakai teknologi. Sedikit yang bawa genetika namun banyak bawa teknologi.

Dan pusat penyebaran ke Polinesia ini di Pulau Bismarck. Hal ini dijelaskan dalam makalah baru yang akan diterbitkan. Ada makalah baru di sini .
(Oppenheimer menunjuk daftar pustaka bukunya yang merujuk pada makalah yang ditulisnya bersama P Soares, J Trejaut, Catherine Hill, Maru Mormina, dan lain-lain di tahun 2008 berjudul“Climate Change and post-glacial human dispersal in southeast Asia” dalam Jurnal Molecular Biology and Evolution).
Kami memberi penanggalan atas penanda genetika yang menyebar di Pasifik, yang berasal dari kawasan Bismarck ini dan nenek moyangnya berasal dari 8.000 tahun lalu saat banjir terakhir. Ini jelas cocok dengan banjir terakhir. Jadi, kami melihat bahwa ada kereta lambat yang datang 8.000 tahun lalu dan tiba-tiba berkembang di seluruh Pasifik.
Mengenai pengembangan teknologi ini, coba lihat kata-kata yang terkait pelayaran, hampir semuanya datang dari Indonesia, bukan dari Taiwan. Perahu, Anda tak menemukannya di Taiwan. Jadi, pelaut sebenarnya datang dari kawasan Indonesia ini. Ini sudah diketahui dari dulu, namun tak diacuhkan.
Anda juga mengatakan, beberapa teknologi dibawa ke Barat dari sini. Bagaimana dengan genetika?Itu sulit. Ada populasi yang sangat besar di Barat. Namun ada pergerakan teknologi, ayam dan babi. Kerbau pergi ke Mesopotamia. Gambar kerbau tiba di Mesopotamia pada milenium ketiga sebelum Masehi. Itu bukti gambar bahwa mereka datang dari sini ke Mesopotamia.
Juga ada cerita terstruktur mengenai banjir. Dalam catatan Sumeria, ada catatan mengenai banjir. Mereka mencatat banjir yang terakhir 8.000 tahun lalu.
Bagaimana dengan teknologi bangunan seperti piramida? 
Itu jika Anda menemukan piramida di sini. Masalahnya adalah bahwa piramida itu adalah struktur sederhana. Arkeolog akan berargumen bahwa bisa saja piramida itu ada, sebab itu struktur sederhana.
Banyak orang berkata Atlantis di sini, namun arkeolog akan berkata, “terus bagaimana?” Karena itu juga struktur sederhana. Jika Anda mengunjungi candi di Jawa, naiki saja, dan dia bisa seperti piramida. Namun jika benar ada piramida di sini yang lebih tua dari yang ada di Mesir, tentu sangat signifikan.
Karena itu saya harus hati-hati, karena Anda bisa menghabiskan waktu untuk memburunya. Dan jika ternyata itu adalah  gunung, jelas Anda akan mendapat malu.
Di Indonesia, ada dua genetika utama, Austronesia dan Melanesia. Mengapa mereka sangat berbeda? Austronesia adalah keluarga bahasa. Anda salah menyatakan bahasa untuk rasa. Austronesia sebuah keluarga bahasa yang menyebar sampai ke Pasifik. Bahasa tidak setara dengan ras. Saya ambil contoh, Orang Prancis berbicara seperti bahasa yang mirip Bahasa Latin hari ini. Namun 2.000 tahun lalu, mereka berbicara dengan bahasa yang mirip Bahasa Celtic.
Orang Prancis mengubah bahasa mereka di masa Imperium Romawi. Ini seperti Singapura, mereka menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa umum. Lihat, bahasa tidak setara dengan ras, tidak setara dengan arus genetika.
Jika Anda melihat orang Papua Nugini, mereka yang tinggal di pesisir, berbicara bahasa Austronesia. Namun mereka sangat hitam dan berambut keriting. Jadi, bahasa tidak setara dengan ras. Bahasa bukan bukti dari penyebaran orang dari Taiwan.
Pertanyaan lain, lupakan bahasa, di Papua Nugini sendiri terdapat empat keluarga bahasa.
Apakah itu berarti orang Papua Nugini sangat tua secara genetis?
Ya, mereka sangat tua. Penemuan arkeologi terakhir 45 ribu tahun dan seharusnya lebih tua lagi. Di Australia, tahun perkiraannya 60.000 tahun yang lalu. Katakanlah, orang datang dari Afrika ke sini 70.000 tahun yang lalu, setelah letusan Gunung Toba; lihat mereka sangat cepat sampai ke Papua Nugini dan Australia.
Jika melihat genetika di Papua Nugini dan Australia, terlihat mereka di koloni pada masa yang hampir bersamaan. Dan sepanjang masa mencapai Australia dan Nugini, 60.000 tahun lalu, orang harus menyeberang lautan untuk mencapainya.
Bagaimana mereka melakukannya?
Dengan kapal atau rakit. Beberapa orang mengatakan mungkin saja dengan mengapung tak sengaja. Namun itu hanya satu orang, akan sangat beruntung jika dua orang. Namun buktinya, bukti kolonisasi di Australia dilakukan banyak orang dari garis keturunan berbeda-beda. Ini memang tak mudah namun bukan tak mungkin dengan rakit.
Jangan lupa, ada Kepulauan Solomon di Pasifik. Mereka sampai di sana 30.000 tahun yang lalu. Mereka sudah berlayar, berkano, lebih dari ratusan mil.
Garis di sini, yang memisahkan Bali dan Lombok, Sulawesi dan Kalimantan—garis Wallace, telah menjebak orang di sini (Papua Nugini) dalam isolasi relatif. Anda tahu maksudnya relatif? Sebagian. Jika Anda bisa mencapai Indonesia timur, Anda bisa ke sana lagi. Garis Wallace ini seperti penghalang, seperti filter.
Jadi, orang-orang di sini (Papua Nugini dan Australia), relatif tidak tercampur. Mereka hampir seperti pendatang pertama.  Orang-orang Nugini terlihat seperti orang Afrika.
Lalu apa yang menyebabkan perbedaan tampilan?Jika Anda melihat perubahan pada orang-orang non-Afrika, ada perubahan namun tidak besar. Beberapa di antaranya hanya mengalami perubahan yang sangat kecil. Saya beri contoh orang Eropa yang berkulit pucat.
Alasan berkulit pucat karena mutasi tunggal pada enzim yang bertanggung jawab membuat kulit gelap. Mutasi ini mengganggu produksi melanin pada orang Eropa. Mereka tinggal di utara dan cuaca kerap hampir tanpa matahari, sementara vitamin D diproduksi dengan bantuan matahari.
Jika orang-orang Eropa tak berkulit pucat, mereka bisa kekurangan vitamin D. Jadi mutasi adalah adaptasi terhadap kehidupan di utara.
Orang-orang China punya mutasi yang berbeda lagi sehingga membuat mereka memiliki kulit pucat namun rambut tidak menjadi pirang. Mereka beradaptasi dengan cara yang sama dengan orang yang tinggal di utara. Bahkan di India, Anda bisa melihat orang di utara India yang memiliki kulit lebih pucat.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tanggapan codebreakers