Kamis, 19 April 2012

Dunia Bersama Bisa Memiliki Dua Makna


Mengingat manusia sebagai mahluk sosial yang dengan sendirinya pasti membutuhkan orang lain dalam hidupnya, membuat manusia akan selalu berhubungan dengan orang lain. Salah satu "jembatan" yang menghubungkan manusia sebagai individu dengan manusia-manusia lain dan dunia luar adalah komunikasi. Melalui komunikasi itulah manusia menyatakan dirinya, menyimak orang lain atau memahami berbagai keadaan lingkungannnya. Oleh karena itu, komunikasi menjadi ciri penting manusia. Kemampuan berkomunikasi itu pulalah yang membedakan manusia dengan mahkluk-makhluk lain yang ada di muka bumi ini.

Dengan komunikasi manusia menyelesaikan berbagai permasalahan, misalnya melalu musyawarah dicarikan solusi untuk satu permasalahan. Namun, komunikasi pun bisa menjadi sumber masalah. Orang tersinggung karena kata-kata seseorang atau orang marah karena pernyataan seseorang. Kembali kita tegaskan di sini, dalam berkomunikasi tersebut bukan hanya menggunakan bahasa verbal, tetapi juga bahasa non verbal. Orang bisa marah karena komunikasi non verbal kita dianggap menghina atau melecehkannya.

Dalam konsep diri sosial kita merumuskan bagaimana kita menampilkan diri kita sendiri pada orang lain. Kita berinteraksi dengan orang lain dengan membawa keseluruhan bagian dari diri kita, baik diri pribadi maupun diri sosial. Interaksi itu membawa kita pada apa yang dinamakan sebagai dunia bersama, yakni dunia yang oleh Huijbers (12986:41) dinyatakan sebagai "situasi bagi kehidupan bersama manusia". Dunia bersama bisa memiliki dua makna :

Pertama, secara objektif, dunia bersama itu adalah dunia yang kita tinggali ini. Kita dan orang-orang Korea, Amerika, Afrika tinggal di dunia yang sama, namun antara kita dan orang-orang Korea, Amerika dan Afrika tidak ada pertemuan yang melahirkan hidup bersama.

Kedua, secara subjektif, dunia bersama itu mengandung makna hidup bersama, misalnya orang-orang bertemu berdiskusi membahas persoalan-persoalan kehidupan di dalam satu kelompok masyarakat yang merupakan dunia bersama.

Dalam dunia bersama secara subjektif itu, kita berinteraksi dan bergabung dalam satu kelompok. Namun, kita tidak kehilangan diri pribadi kita atau individualitas kita. Diri pribadi dan diri sosial ada sekaligus dan saling memperkuat dan menunjang satu sama lain  dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Bayangkan sajalah, ketika kita berdiskusi kelompok . Pengetahuan yang kita miliki dipadukan dan dibagikan kepada orang lain, namun pengetahuan kita tidak lenyap melainkan malah bertambah dalam kelompok tersebut.

Hidup bersama tentunya akan membutuhkan etika. Secara sederhana, etika berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk atau apa yang patut dan apa yang tidak patut. Membantu orang lain merupakan pekerjaan yang baik. Mencelakakan orang lain merupakan pekerjaan yag buruk. Hidup bersama atau pergaulan hidup manusia tentunya mesti didasari kebaikan dan kepatutan. Perilaku yang tidak baik atau tidak patut akan membuat orang lain merasa marah, terhinakan atau tersinggung.

Permasalahan etika terjadi manakala kita dihadapkan pada pilihan baik dan baik atau buruk dan buruk. Mudah saja bagi kita untuk menentukan pilihan bila dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Kita memiliki kewajiban moral untuk memilih yang baik. Apabila dihadapkan pada pilihan bekerja atau mencuri makak kita memiliki keharusan moral memilih bekerja. Namun, situasi hidup bersama manusia sering menghadapkan kita pada pilihan baik dan baik atau buruk dan buruk.

Dalam hidup keseharian kita kerap dihadapkan pada permasalahan etis itu, misalnya saat kita hendak memberitahukan kesalahan yang dilakukan orang tua kita. Bila tidak diberitahu, berarti salah. Namun, apabila diberitahukan, orang tua kita kemungkinan besar tersinggung atau bahkan marah. Atau contoh lain, kita dihadapkan pada pilihan etis saat kita hendak pergi belajar ada tetangga kita yang sakit. Belajar merupakan tindakan yang baik dan menolong tetangga yang sakit juga merupakan tindakan baik. Di situ kita dihadapkan pada pilihan etis.

Peristiwa seperti itu tentu saja sering kita alami dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kita dihadapkan pada keharusan untuk memilih di antara pilihan baik dan baik atau buruk dan buruk. Pertimbangan dalam melakukan pilihan ini biasanya didasarkan pada konsepsi pribadi kita mengenai apa hidup yang baik itu. Konsepsi pribadi kita mengenai apa hidup yang baik itu akan terkait dengan apa yang seharusnya atau hendaknya kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan hidup.

Jadi, manakala kita dihadapkan pada permasalahan etis seperti di atas maka kita akan menelaahnya melalui konsepsi kita mengenai hidup yang baik. Apabila kita merumuskan hidup yang baik itu, artinya apabila kita selalu terlibat dalam mencegah orang lain berbuat kesalahan maka kita akan memberi tahu kesalahan yang dilakukan orang tua kita, apa pun resikonya. Apabila kita memandang kerukunan hidup merupakan hidup yang baik maka kita akan memilih untuk tidak membuat orang tua kita tersinggung. Nah, maka cara menyampaikan pesan terkait dengan soal kesantunan atau bagaimana sebaiknya relasi komunikasi antara anak dan orang tuanya agar tidak terjadi ketersinggungan atau amarah dari orang tuanya. Belum lagi kita pun mesti mempertanyakan pada diri kita apa sebenarnya maksud kita. Apakah maksud kita itu hanya untuk membuat kita merasa nyaman atau tenang ataukah maksud kita demi kebaikan atau kemashlahatan bersama.

Dalam pergaulan hidup manusia mana pun pastilah ada norma-norma yang mesti ditaati. Norma itulah yang mengajar apa yang baik dan apa yang buruk atau apa yang patut dan tidak patut dilakukan oleh manusia. Sedangkan etika lebih banyak berkaitan dengan "teori nilai", yakni menjelaskan mengapa sesuatu itu baik atau buruk. Meski ada juga yang menyamakan antara norma dan etika. Namun, untuk kepentingan kita disini penekannya adalah adanya aturan main yang mesti dihormati dalam pergaulan hidup manusia, termasuk dalam berkomunikasi, yaitu norma-norma.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tanggapan codebreakers