Alam semesta
kita belakangan terus bergolak tiada henti, termasuk planet bumi. Tidak
heran, sebab temuan terbaru menyatakan bahwa dahulu alam semesta
ternyata memiliki sifat seperti air.
Teori yang menyatakan bahwa alam semesta berasal dari gas kini disangsikan. Kalau memang temuan terbaru ilmuwan Amerika Serikat (AS) ini benar, maka bisa menggusur teori tersebut. Dari sebuah simulasi tabrakan partikel, diketahui bahwa pada awal pembentukannya alam semesta justru memiliki sifat seperti air. Temuan ini berbeda jauh dari dugaan sebelumnya yang menyatakan bahwa ledakan gas-lah yang memicu munculnya eksistensi alam semesta. Asal-usul alam semesta sejak dulu selalu menjadi misteri menarik bagi para ilmuwan. Dengan menyibak konsep fisika alam semesta awal, temuan baru tersebut menawarkan kemungkinan untuk mempelajari lebih baik bagaimana partikel sum atom berinteraksi pada tingkat paling fundamental. Informasi ini juga menjawab rasa ingin tahu adanya hubungan paralel antara gravitasi dan kekuatan yang menyatukan nukleus atom bersama. Hal itu dikemukakan para ahli fisika pada pertemuan American Physical Society di Tampa, Florida, awal pekan ini.
RHIC
"Ada banyak sekali pertanyaan menarik," ujar Sam Aronson, direktur bagian energi tinggi dan fisika nuklir Brookhaven National Laboratory yang bermarkas di Long Island, sekitar 65 mil dari New York. Laboratorium tersebut melakukan eksperimen yang dinamakan Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC). Dalam percobaan ini mereka melakukan benturan berulang kali pada nukleus atom emas dengan dorongan yang menghasilkan panas bersuhu satu triliun derajad. Para fisikawan berpikir bahwa benturan tersebut sama fungsinya dengan mesin waktu, sebab kondisi temperatur ekstrem itu berlaku pula di jagat raya, bahkan lebih kecil dari 100 miliun dalam satu detik setelah terjadinya ledakan besar.
Setelah peristiwa itu maka semuanya menjadi panas, kemudian semua objek saling mengikat diri dalam bentuk proton dan neutron di dalam nukleus atom. Termasuk di dalamnya objek yang bernama quark dan gluon, yakni partikel sum atomik yang dihasilkan dari benturan atau dorongan. Dengan menghasilkan kembali kondisi yang sama dengan alam semesta di masa awalnya, eksperimen RHIC memperlihatkan bahwa quark dan gluon tidak terbang jauh ke berbagai arah. "Yang terpenting adalah, alam semesta kita memiliki perilaku menyerupai zat cair yang sempurna," komentar Aronson kepada Associated Press (AP) Senin (18/4) lalu. Apa yang disebut zat cair oleh para fisikawan ini bukanlah seperti segelas sampanye. Ungkapan sempurna yang mereka pakai adalah tingkat kekentalan cairannya, suatu pergeseran benda yang mempengaruhi kemampuan zat cair untuk mengalir dan resistan pada objek yang mampu mengapung di atasnya. Sebagai perbandingan, madu memiliki kekentalan lebih tinggi dibanding dengan air biasa. Sebuah zat cair yang sempurna tidak memiliki kekentalan sama sekali, sehingga tidak mungkin dibantah dalam diskusi teori antarilmuwan.
Problem Menarik
"Yang menarik dalam eksperimen ini adalah kami selalu mendapatkan hasil kepekatan cairan yang lebih rendah dari waktu ke waktu," ujar Peter Steinberg, salah satu fisikawan yang terlibat dalam percobaan tersebut. Para fisikawan secara teoretis baru-baru ini mengajukan bahwa benda-benda yang tertekah oleh lubang hitam juga memiliki kepekatan rendah yang ekstrem. Gagasan ini berdasarkan pada cabang pengetahuan fisika matematika yang dikenal dengan teori tali senar. Dari teori ini maka sejumlah fisikawan berhipotesis bahwa ada hubungan yang lebih dalam antara apa yang terjadi dalam lubang hitam dan apa yang terjadi saat dua nukleus bertabrakan pada eksperimen RHIC. Bagi para fisikawan, adanya kesempatan untuk mendorong hubungan paralel antara dua fenomena berbeda merupakan kesempatan untuk menyibak misteri yang lebih tinggi, yaitu unifikasi dorongan alam.
"Sungguh suatu problem yang memesona bagi para ahli fisika untuk dikerjakan," papar Dmitri Kharzeev, ahli fisika teori dari Brookhaven National Laboratory. Tapi hal tersebut masih jauh dari hasil yang diinginkan. Menurut Dam Thanh Son, salah satu penganut teori tali benang yang juga profesor fisika di University of Washington, memang mungkin ada hubungan yang dalam antara teori tali benang dengan dunia nyata. Maka hasil dari eksperimen RHIC bisa membangkitkan keingintahuan yang lebih besar bagi ilmuwan untuk mengetahui hubungan itu. Alam semesta memang selalu memancing rasa keingintahuan para ilmuwan. Secuil saja ada temuan yang berkaitan dengannya akan mengubah teori sebelumnya. Ahli fisika selalu mengaitkan alam semesta dengan objek lain yang mereka kenal di bumi. Seperti eksperimen RHIC yang merupakan simulasi dari pembentukan jagat raya, yang terdiri atas partikel dan atom-atom. Bagi awam, memang eksperimen berlatar teori fiska itu kurang menarik. Namun apabila berhasil dan menemui titik cerah, maka semua orang akan tertarik tentunya. Ya, siapa yang tak mau tahu bagaimana bumi dan alam semesta ini terbentuk.
wikimu.com
eprints.ums.ac.id
forumsains.com
Teori yang menyatakan bahwa alam semesta berasal dari gas kini disangsikan. Kalau memang temuan terbaru ilmuwan Amerika Serikat (AS) ini benar, maka bisa menggusur teori tersebut. Dari sebuah simulasi tabrakan partikel, diketahui bahwa pada awal pembentukannya alam semesta justru memiliki sifat seperti air. Temuan ini berbeda jauh dari dugaan sebelumnya yang menyatakan bahwa ledakan gas-lah yang memicu munculnya eksistensi alam semesta. Asal-usul alam semesta sejak dulu selalu menjadi misteri menarik bagi para ilmuwan. Dengan menyibak konsep fisika alam semesta awal, temuan baru tersebut menawarkan kemungkinan untuk mempelajari lebih baik bagaimana partikel sum atom berinteraksi pada tingkat paling fundamental. Informasi ini juga menjawab rasa ingin tahu adanya hubungan paralel antara gravitasi dan kekuatan yang menyatukan nukleus atom bersama. Hal itu dikemukakan para ahli fisika pada pertemuan American Physical Society di Tampa, Florida, awal pekan ini.
RHIC
"Ada banyak sekali pertanyaan menarik," ujar Sam Aronson, direktur bagian energi tinggi dan fisika nuklir Brookhaven National Laboratory yang bermarkas di Long Island, sekitar 65 mil dari New York. Laboratorium tersebut melakukan eksperimen yang dinamakan Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC). Dalam percobaan ini mereka melakukan benturan berulang kali pada nukleus atom emas dengan dorongan yang menghasilkan panas bersuhu satu triliun derajad. Para fisikawan berpikir bahwa benturan tersebut sama fungsinya dengan mesin waktu, sebab kondisi temperatur ekstrem itu berlaku pula di jagat raya, bahkan lebih kecil dari 100 miliun dalam satu detik setelah terjadinya ledakan besar.
Setelah peristiwa itu maka semuanya menjadi panas, kemudian semua objek saling mengikat diri dalam bentuk proton dan neutron di dalam nukleus atom. Termasuk di dalamnya objek yang bernama quark dan gluon, yakni partikel sum atomik yang dihasilkan dari benturan atau dorongan. Dengan menghasilkan kembali kondisi yang sama dengan alam semesta di masa awalnya, eksperimen RHIC memperlihatkan bahwa quark dan gluon tidak terbang jauh ke berbagai arah. "Yang terpenting adalah, alam semesta kita memiliki perilaku menyerupai zat cair yang sempurna," komentar Aronson kepada Associated Press (AP) Senin (18/4) lalu. Apa yang disebut zat cair oleh para fisikawan ini bukanlah seperti segelas sampanye. Ungkapan sempurna yang mereka pakai adalah tingkat kekentalan cairannya, suatu pergeseran benda yang mempengaruhi kemampuan zat cair untuk mengalir dan resistan pada objek yang mampu mengapung di atasnya. Sebagai perbandingan, madu memiliki kekentalan lebih tinggi dibanding dengan air biasa. Sebuah zat cair yang sempurna tidak memiliki kekentalan sama sekali, sehingga tidak mungkin dibantah dalam diskusi teori antarilmuwan.
Problem Menarik
"Yang menarik dalam eksperimen ini adalah kami selalu mendapatkan hasil kepekatan cairan yang lebih rendah dari waktu ke waktu," ujar Peter Steinberg, salah satu fisikawan yang terlibat dalam percobaan tersebut. Para fisikawan secara teoretis baru-baru ini mengajukan bahwa benda-benda yang tertekah oleh lubang hitam juga memiliki kepekatan rendah yang ekstrem. Gagasan ini berdasarkan pada cabang pengetahuan fisika matematika yang dikenal dengan teori tali senar. Dari teori ini maka sejumlah fisikawan berhipotesis bahwa ada hubungan yang lebih dalam antara apa yang terjadi dalam lubang hitam dan apa yang terjadi saat dua nukleus bertabrakan pada eksperimen RHIC. Bagi para fisikawan, adanya kesempatan untuk mendorong hubungan paralel antara dua fenomena berbeda merupakan kesempatan untuk menyibak misteri yang lebih tinggi, yaitu unifikasi dorongan alam.
"Sungguh suatu problem yang memesona bagi para ahli fisika untuk dikerjakan," papar Dmitri Kharzeev, ahli fisika teori dari Brookhaven National Laboratory. Tapi hal tersebut masih jauh dari hasil yang diinginkan. Menurut Dam Thanh Son, salah satu penganut teori tali benang yang juga profesor fisika di University of Washington, memang mungkin ada hubungan yang dalam antara teori tali benang dengan dunia nyata. Maka hasil dari eksperimen RHIC bisa membangkitkan keingintahuan yang lebih besar bagi ilmuwan untuk mengetahui hubungan itu. Alam semesta memang selalu memancing rasa keingintahuan para ilmuwan. Secuil saja ada temuan yang berkaitan dengannya akan mengubah teori sebelumnya. Ahli fisika selalu mengaitkan alam semesta dengan objek lain yang mereka kenal di bumi. Seperti eksperimen RHIC yang merupakan simulasi dari pembentukan jagat raya, yang terdiri atas partikel dan atom-atom. Bagi awam, memang eksperimen berlatar teori fiska itu kurang menarik. Namun apabila berhasil dan menemui titik cerah, maka semua orang akan tertarik tentunya. Ya, siapa yang tak mau tahu bagaimana bumi dan alam semesta ini terbentuk.
wikimu.com
eprints.ums.ac.id
forumsains.com