Pembahasan kita
sejauh ini berkenaan dengan satu dari dua problem penting sejarah.
Masalah yang sejauh ini dibahas adalah apakah karakter esensial sejarah
materialistik atau bukan. Masalah penting lainnya adalah masalah evolusi
sejarah. Kita tahu bahwa kehidupan sosial bukan saja terjadi pada
manusia. Ada beberapa makhluk hidup lain yang lebih kurang menjalani
kehidupan sosial yang didasarkan pada kerja sama dan pembagian kerja
serta tanggung jawab di bawah naungan hukum dan aturan yang sistematis.
Kita
semua tahu bahwa lebah madu termasuk makhluk hidup seperti itu. Namun
ada satu perbedaan asasi antara eksistensi sosial makhluk hidup lain dan
eksistensi sosial manusia. Eksistensi sosial makhluk hidup lain selalu
statis. Sistem kehidupannya tak mengalami perubahan atau perkembangan,
atau dalam kata-kata Morris Metterlink, budayanya—jika ungkapan ini
benar—tak mengalami perubahan atau perkembangan.
Sebaliknya,
kehidupan sosial manusia bukan saja mengalami perkembangan dan
perubahan, namun juga berangsur-angsur semakin cepat dan kuat. Itulah
sebabnya sejarah kehidupan sosial manusia, dari sudut-sudut yang
berbeda, terbagi menjadi periode-periode, dan antara periode yang satu
dan yang lain ada perbedaannya. Misal, dari sudut pandang sarana
penghidupan, dibagi menjadi periode berburu, periode bertani, periode
industri. Dari sudut pandang sistem ekonomi, dibagi menjadi periode
komunisme primitif, periode perbudakan, periode feodalisme, periode
kapitalisme dan periode sosialisme. Dari sudut pandang politik, dibagi
mehjadi periode kekliasaan suku, periode despotisme, periode
aristokrasi, dan periode demokrasi. Dari sudut pandang jenis kelamin,
dibagi mcnjadi periode matriarki dan periode patriarki. Dan seterusnya.
Kenapa
perkembangan seperti ini tak terjadi pada kehidupan sosial binatang?
Faktor asasi mana yang menyebabkan manusia beralih dari satu periode
sosial ke periode sosial yang lain? Dengan kata lain, apa yang
menyebabkan kehidupan manusia mengalami kemajuan sedangkan kehidupan
binatang tidak? Bagaimana mekanisme kemajuan ini? Dalam hubungan ini
para filosof sejarah biasanya melontarkan pertanyaan. Mereka bertanya
apakah kehidupan sosial manusia memang mengalami kemajuan dalam
sejarah, dan jika ya, bagaimana kriterianya supaya kita dapat
mengukurnya dan meyakininya.
Sebagian sosiolog ragu kalau
perubahan yang terjadi bisa disebut kemajuan atau evolusi. Sebagian
sosiolog lainnya berpendapat bahwa sejarah bergerak melingkar. Menurut
mereka, sejarah bergerak dari satu titik, dan setelah melewati beberapa
tahap, sampai lagi pada titik yang sama, dan kemudian sekali lagi mulai
bergerak dengan cara seperti sebelumnya. Misal, sistem suku dibentuk
oleh suku pengembara yang memiliki kemauan dan keberanian. Pemerintahan
suku melahirkan aristokrasi. Perbuatan diktatorial pemerintah
aristokrasi berpuncak pada revolusi umum dan berdirinya demokrasi.
Kemudian kekacauan yang terjadi akibat terlalu banyak kebebasan yang
diberikan oleh pemerintah demokratis sekali lagi melahirkan despotisme
bersemangatkan suku.
Sekarang kami tidak akan membahas
masalah ini, karena masalah ini akan dibahas pada kesempatan lain.
Sebagai basis untuk telaah lebih lanjut, kami beranggapan bahwa pada
umumnya sejarah bergerak maju dan membuat kemajuan. Dapat dikemukakan
bahwa mereka yang berpendapat bahwa sejarah itu berjalan ke depan
mengakui bahwa gerakan sejarah yang ke depan itu tidak berarti bahwa
masa depan semua masyarakat dalam semua keadaan lebih baik dibanding
masa lalunya, bahwa masyarakat selalu dan tanpa hcnti bergerak ke depan,
dan bahwa tak ada peluang untuk bergerak ke belakang.
Tak
syak lagi bahwa masyarakat bisa berhenti, mundur, belok ke kiri atau ke
kanan, dan akhirnya lenyap. Namun, pada umumnya masyarakat bergerak ke
depan. Masalah mengenai bagaimana kekuatan pendorong sejarah dan
faktor perkembangan sosial, biasanya pembahasannya dalam buku-buku
filsafat sedemikian rupa sehingga kesalahan deskripsinya jadi jelas
kalau kita sedikit me-nelaahnya. Mengenai masalah ini biasanya
dikemukakan pandangan-pandangan berikut ini:
1. Teori Rasial
Menurut
teori ini, ras-ras tertentu terutama bertanggung jawab atas kemajuan
sejarah. Beberapa ras dianggap mampu membentuk budaya dan peradaban,
sedangkan beberapa ras lain tidak. Sebagian ras dapa't melahirkan ilmu
pengetahuan, filsafat, etika, seni dan teknologi. Sedangkan sebagian ras
lain hanya menjadi konsumen komoditas-komoditas ini, bukan menjadi
produsennya. Karena itu kesimpulannya adalah harus ada pembagian kerja
di antara berbagai ras. Ras-ras yang memiliki kemampuan politik,
kemampuan untuk melakukan pendidikan dan memproduksi budaya, seni dan
teknologi inilah yang harus bertanggung jawab atas aktivitas manusia
yang tinggi. Di pihak lain, ras-ras yang tidak memiliki kemampuan
seperti itu supaya dibolehkan untuk tidak memasuki aktivitas-aktivitas
ini dan sebagai gantinya supaya dipasrahi pekerjaan manual dan
semi-binatang yang tidak butuh pemikiran yang tinggi dan ketinggian cita
rasa. Inilah pertimbangannya kenapa Aristoteles yang berpandangan
seperti itu memandang sebagian ras mampu untuk memiliki sahaya dan
ras-ras lain tidak. Sebagian pemikir percaya bahwa hanya ras-ras
tertentu sajalah yang mampu menciptakan progresi sejarah. Misal, mereka
mengatakan bahwa ras-ras utara dalam hal ini lebih unggul dibanding
ras-ras selatan. Ras-ras utaralah yang mendorong ke depan budaya
manusia. Count Gobino, filosof Francis kenamaan, yang tiga tahun menjadi
duta besar Francis untuk Iran sckitar seratus tahun silam, mendukung
teori ini.
2. Teori Geografis
Menurut
teori ini, lingkungan alam tertentu melahirkan budaya, pendidikan dan
industri. Misal, daerah-daerah beriklim sedang melahirkan temperamen
sedang dan otak yang tangguh. Fada bagian pertama Qanun, Ibnu Sina
membahas panjang lebar efek lingkungan alam pada mental dan temperamen
manusia. Menurut teori ini, yang mendorong sejarah bergerak ke depan
bukanlall faktor ras dan darah. Bukan ras tertentu yang mendorong
sejarah bergerak ke depan di setiap iklim dan daerah, sedangkan ras
lain, di mana pun tinggalnya, tak memiliki kemampuan seperti itu.
Perbedaan kemampuan pada berbagai ras terjadi akibat perbedaan
lingkungan mereka. Karena terjadi penyebaran ras, maka kemampuan mereka
pun menyebar. Karena itu daerah tertentulah yang menciptakan progresi
sejarah dan perkembangan baru. Sosiolog Prancis abad ke-17, Montesquieu,
dalam bukunya yang terkenaj, "De Lesprit des lois" (Semangat Hukum),
mendukung teori ini.
3. Teori Raksasa Intelektual
Menurut
teori ini, semua perkembangan sejarah, baik itu ilmu pengetahuan,
politik, ekonomi, teknik atau moral, terjadi berkat orang-orang yang
luar biasa cerdas. Dalam hal ini manusia beda dengan makhluk lainnya.
Spesies lain secara biologis hampir sama kemampuannya. Setidak-tidaknya
tak ada perbedaan yang berarti. Sebaliknya, kemampuan di antara manusia
sering terlihat sangat berbeda. Orang-orang jenius ada di setiap
masyarakat. Karena orang-orang jenius ini memiliki akal, cita rasa,
kemauan atau prakarsa yang luar biasa, maka mereka inilah yang
melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknik, moral, politik atau
militer. Menurut teori ini, kebanyakan manusia tak punya prakarsa dan
kreativitas. Mereka hanya ikut dan menjadi konsumen gagasan dan produk
industri. Sesungguhnya, kurang lebih selalu, dalam setiap masyarakat ada
minoritas yang kreatif pikirannya. Minoritas ini memiliki prakarsa,
pikiran-pikirannya orisinal, dan berada di depan yang lain. Minoritas
inilah yang membawa kemajuan sejarah dan membawa sejarah ke tahap baru.
Filosof Inggris ternama, Thomas Carlyle, percaya bahwa sejarah dibentuk
oleh individu-individu cemerlang. Dalam bukunya, "On Heroes,
Hero-Worship, and the Heroic in History ", dia menyebutkan seperti
berikut ini mengenai Nabi Muhammad saw: "Sejarah setiap bangsa merupakan
perwujudan satu atau lebih dari satu pribadi cemerlang. Lebih
tepatnya, sejarah setiap bangsa menipakan penvujudan personalitas dan
kejeniusan satu atau lebih dari satu pahlawan. Misal, sejarah Islam
merupakan perwujudan personalitas Nabi Muhammad; sejarah Perancis
modern menipakan perwujudan personaliias Napoleon; dan sejarah Soviet
enam piiluh tahun silam merupakan penvujudan personalitas Lenin."
4. Teori Ekonomi
Menurut
teori ini, ekonomi adalah kekuatan pendorong sejarah. Segenap urusan
sosial dan historis bangsa, entah itu unisan budaya, politik, militer
ataU masyarakat, mencerminkan metode produksi dan hubungan produksi
masyarakat itu. Yang mengubah struktur masyarakat adalah perubahan basis
ekonomi. Perubahan basis ekonomi ini mendorong kemajuan masyarakat.
Orang-orang yang cemerlang pikirannya yang disebutkan di atas hanyalah
perwujudan kebutuhan ekonomi, politik dan sosial masyarakat, dan
kebutuhan ini disebabkan oleh perubahan alat produksi. Karl Marx, kaum
Marxis pada umumnya dan terkadang bahkan sebagian non-Marxis,
mendukung teori ini. Barangkali teori ini yang paling populer di zaman
kita.
5. Teori Tuhan
Menurut
teori ini, apa saja yang terjadi di bumi, merupakan urusan langit yang
turun ke bumi sesuai dengan kearifan tinggi Allah. Semua perubahan
sejarah dan perkembangan sejarah merupakan perwujudan kehendak dan
kearifan-Nya. Karena itu, kehendak Tuhanlah yang mendorong kemajuan
sejarah dan yang mewujudkan perubahan sejarah. Sejarah merupakan
skenario kehendak Tuhan. Bishop Bossuet, seorang sejarahwan terkenal dan
tutor Louis XV, mendukung teori ini. Teori-teori ini biasanya dibahas
dalam buku-buku filsafat sejarah dalam kaitannya dengan sebab-sebab
yang menggerakkan sejarah. Dan sudut pandang kami, semua teori ini
menunjukkan posisi yang faktual, dan semuanya merupakan hasil dari
kekacauan. Kami akan pelajari sebab-sebab yang menggerakkan sejarah,
meskipun teori-teori ini pada umumnya tidak relevan dengan keinginan
kami. Misal, teori ras tak lebih dari teori sosiologi. Teori ini baru
relevan kalau pertanyaannya adalah apakah beragam ras manusia yang
berbeda memiliki atau tidak memiliki beberapa kemampuan turunan, dan
apakah semua ras itu sama tingkat intelektualnya atau tidak. Jika sama,
itu artinya bahwa semua ras sama-sama berperan dalam gerakan sejarah
atau setidak-tidaknya secara teoretis dapat. Jika tidak sama, itu
artinya bahwa sebagian ras saja yang dapat berperan dalam proses
kemajuan sejarah. Sejauh ini teori ini sudah pas rumusannya, meski tidak
memecahkan misteri filsalat sejarah. Misal saja kita akui bahwa semua
perkembangan sejarah terjadi karena ras tertentu. Namun masih saja ada
problem yang tak terpecahkan, karena kita masih belum tahu kenapa
kehidupan manusia atau kehidupan ras manusia tertentu berkembang
sedangkan kehidupan binatang tetap statis. Masalah apakah faktor
kemajuan adalah satu ras atau semua ras, tidak memecahkan misteri
gerakan sejarah.
Begitu pula dengan teori geografi. Teori ini ada
manfaatnya, dan berhubungan dengan masalah penting sosiologi. Teori
menunjukkan bahwa lingkungan berperan efektif dalani pertumbuhan mental,
intelektual, temperamental dan fisik manusia. Sebagian lingkungan
membuat manusia tetap berada di dalam atau mendekati batas-batas
binatang, dari sebagian lagi membuat manusia jauh dan beda dari
binatang. Menurut teori ini, sejarah hanya bergerak di kalangan penduduk
daerah-daerah tertentu saja. Di daerah-daerah lain sejarah statis dan
monoton. Namun masalah utamanya masih tetap di mana itu. Misal, lebah
madu dan binatang lain yang suka hidup berkelompok tak ada gerakan
sejarahnya, sekalipun di daerah-daerah yang kondusif untuk pertumbuhan
mental. Lantas apa sebenarnya penyebab perbedaan antara dua jenis
makhluk hidup ini yang satu jenis tetap statis, sedangkan jenis yang
lain bergerak dari satu tahap ke tahap lain?
Teori Tuhan
lebih tidak konsisten dibanding teori lain. Apakah sejarah saja yang
merupakan perwujudan Kehendak Tuhan? Sesungguhnya dunia, sejak awal
hingga akhir, termasuk segenap sebab dan gangguan, merupakan perwujudan
Kehendak Allah. Kehendak Tuhan sama hubungannya dengan semua sebab di
dunia ini. Kalau kehidupan manusia yang berkembang dan berubah
merupakan perwujudan Kehendak Tuhan, maka kehidupan lebah yang statis
dan monoton pun merupakan perwujudan Kehendak-Nya juga. Pertanyaannya
adalah sistem apa itu, yang dengan sistem ini Kehendak Tuhan menjadikan
kehidupan manusia berkembang, sementara kehidupan binatang statis karena
tak adanya sistem itu.
Teori ekonomi tak ada aspek
teknisnya, dan tidak diajukan sebagai prinsip. Teori ekonomi sejarah
menjelaskan karakter asasi sejarah saja dan menunjukkan bahwa karakter
asasinya material dan ekonomi, dan bahwa segala urusan lainnya sama
saja dengan bentuk-bentuk atau kekhasan yang tak asasi. Konsekuensinya,
semua urusan masyarakat pun mengalami perubahan. Namun semua itu adalah
masalah "jika". Masalah yang sebenarnya masih saja belum terjawab.
Meskipun kita mengakui bahwa ekonomi adalah infrastruktur masyarakat
dan kalau ekonomi berubah maka segenap masyarakat pun berubah,
masalahnya adalah kenapa begitu. Apa faktor yang mcngubah selnruh
suprastruktur bila infrastruktur berubah? Mungkin saja ekonomi menjadi
infrastruktur masyarakat, namun itu tidak berarti bahwa ekonomi
merupakan kekuatan pendorong sejarah juga. Jika saja pendukung teori
ini, bukannya menggambarkan ekonomi sebagai infrastruktur masyarakat,
namun menggambarkannya sebagai kekuatan pendorong sejarah, menganggap
materialitas sejarah cukup untuk membuat sejarah dinamis, menekankan
masalah kontradiksi dalam masyarakat, dan mengatakan bahwa sesungguhnya
kekuatan pendorongnya adalah kontradiksi antara infrastruktur dan
suprastruktur masyarakat atau kontradiksi antara dua aspek
infrastruktur (alat produksi dan hubungan produksi), tentu teori itu
akurat penyampaiannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa tujuan
pendukung teori di atas dalam bentuknya yang seperti itu adalah
mengatakan bahwa sebenarnya penyebab semua gerakan sejarah adalah
kontradiksi dalam antara alat produksi dan hubungan produksi. Namun
perhatian kita adalah keakuratan penyampaian teori itu, bukan bagaimana
isi benak para pendukung teori itu.
Teori raksasa intelektual,
terlepas dari fakta benar atau tidak, berhubungan langsung dengan
filsafat sejarah atau faktor pendorong sejarah. Sejauh ini kita hanya
memahami dua teori tentang kekuatan yang menggerakkan sejarah. Salah
satunya adalah teori raksasa, yang menurut teori ini sejarah dibentuk
oleh orang-orang cemerlang. Sesungguhnya, teori ini mengklaim bahwa
sebagian besar anggota masyarakat atau hampir semua anggota masyarakat
tak memiliki inisiatif, orisinalitas dan kemampuan memimpin. Mereka tak
bisa membawa perubahan dalam masyarakat. Namun dari waktu ke waktu
muncul minoritas sangat kecil yang luar biasa imajinatif dan kreatif.
Mereka mengambil inisiatif, membuat rencana, mengambil keputusan dan
menarik dukungan orang. Dengan begitu mereka menciptakan perubahan.
Orang-orang heroik ini merupakan produk dari fenomena yang luar biasa,
baik fenomena alamiah maupun turun-temurun, namun bukan produk kondisi
sosial atau kebutuhan material masyarakat.
Teori keduanya adalah
teori kontradiksi antara infrastruktur dan suprastruktur masyarakat.
Teori ini tepatnya dapat disebut teori motivitas ekonomi. Ini sudah
dibahas, jadi tak perlu dibahas lagi.
Ada teori ketiga,
yaitu teori kekhasan bawaan. Fitrah manusia adalah sedemikian sehingga
dia memiliki kekhasan bawaan termini yang membuat kehidupannya
evolusioner. Salah satu kekhasan ini adalah kemampuannya menghimpun dan
melestarikan pengalaman. Apa pun pengetahuan dan informasi yang didapat
manusia melalui pcngalamannya, dia simpan dalam pikirannya, dan dia
gunakan sebagai basis bagi pengalamarinya lebih lanjut.
Kekhasan
lain manusia adalah manusia mampu belajar melalui lisan dan tulisan.
Melalui lisan dan tulisan, manusia dapat menyampaikan pengalamannya.
Pengalaman satu generasi disimpan demi kependngan generasi selanjutnya
melalui lisan dan tulisan, dan dengan demikian pengalaman manusia terus
terakumulasi. Itulah sebabnya Al-Qur'an memandang sangat penting lisan
dan tulisan. Al-Qur'an mengatakan:
Yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia mencipta-kan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (QS. ar-Rahmân: 1-4)
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paUng pemurah.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. (QS. al-'Alaq: 1-4)
Kekhasan
ketiga pada diri manusia adalah manusia diberi kekuatan akal dan
inisiatif. Melalui kekuatan misterius ini manusia dapat menciptakan
sesuatu, karena manusia adalah perwujudan kekuatan kreatif Allah.
Kekhasan keempat pada diri manusia adalah manusia memiliki hasrat bawaan
untuk melakukan sesuatu yang orisinal. Dengan kata lain manusia bukan
saja memiliki kemampuan kreatif, namun juga dapat menciptakan sesuatu
bila diperlukan. Bukan saja itu, kecenderungan untuk mencipta ini sudah
tertanam dalam karakter esensialnya.
Kemampuan manusia untuk
mengingat dan menyimpan pengalaman, kemampuannya untuk menyampaikan
pengalaman, dan kecenderungan bawaannya untuk mencipta, semuanya itu
merupakan kekuatan yang selalu mendorong kemajuan manusia. Pada diri
binatang tak ada kemampuan untuk mengingat pengalamannya dan
menyampaikan pengalamannya kepada binatang lain,[1] tak ada orisinalitas
dan inisiatif, juga tak keinginan kuat untuk mencipta. Itulah sebabnya
kenapa binatang statis sedangkan manusia bergerak main. Kini akan kita
telaah teori-teori ini.
Peran Personalitas dalam Sejarah
Sebagian
orang menyatakan bahwa sejarah merupakan pergulatan antara kemampuan
mencipta dan batas-batas wajar. Orang kebanyakan mendukung situasi yang
sudah biasa bagi mereka, sedangkan orang jenius ingin mengganti situasi
yang ada dengan situasi yang lebih baik. Carlyle mengklaim bahwa
sejarah diawali oleh orang jenius dan pahlawan. Sesungguhnya teori ini
didasarkan pada dua anggapan:
- Pertama, masyarakat tidak
memiliki karakter esensial dan personalitas. Individu-individu yang
membentuk masyarakat tidak melahirkan satu senyawa yang nyata. Antara
individu yang satu dan individu yang lainnya tak ada ketergantungan.
Mereka berbuat dan bereaksi, namun mereka tidak membentuk satu senyawa
yang ada jiwa kolektifnya sendiri, personalitas, karakter esensial dan
hukum-hukum khasnya sendiri. Mereka semua memiliki mentalitas dan pola
berpikirnya sendiri-sendiri. Semua individu ini sama hubungannya dengan
masyarakat, seperti pepohonan dengan hutan. Peristiwa sosial tak lain
adalah total dari peristiwa individual. Karena itu masyarakat terutama
diatur oleh sebab-sebab universal dan umum.
- Kedua,
manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga manusia yang satu dengan
manusia lainnya ada perbedaan. Meskipun pada umumnya manusia, menurut
terminologi filosof, adalah binatang yang berpikir, namun hampir semua
manusia tak memiliki daya cipta dan kreativitas. Kebanyakan manusia
adalah konsumen budaya dan peradaban, bukan produsennya. Dalam hal ini
manusia beda dengan binatang hanya karena binatang tak dapat menjadi
konsumen budaya. Semangat mayoritas adalah semangat meniru, mengadopsi
begitu saja dan memuja pahlawan.
Namun minoritas sangat
kecil manusia adalah pahlawan, orang jenius, pemikir hebat, yang
bersemangat mencipta dan kreatif, dan yang kuat kemauannya. Mereka beda
dengan mayoritas. Kalau saja tak ada pahlawan dan orang yang jenius di
bidang ilmu pcngctahuan, filsafat, seni, politik, sosial, etika dan
teknik, tentu umat manusia tak akan melangkah maju dan tentu akan
statis dan kondisinya akan seperti pada awal eksistensinya. Dari sudut
pandang kami. anggapan-anggapan ini lemah. Mengonai anggapan pertama,
ketika membahas masyarakat sudah dibuktikan bahwa masyarakat ada
personalitas, karakter esensial, hukum dan normanya sendiri, dan semua
kcjadian berlangsung menurut tradisi umumnva. Tradisi ini sendiri
progresif dan evolusioner. Karena itu harus dikesampingkan anggapan ini
dan kemudian dilihat apakah—meskipun fakta menunjukkan bahwa masyarakat
ada personalitas, karakter esensial dan tradisinya sendiri—personalitas
individu dapat berperan dalam peristiwa demi peristiwa. Masalah ini
akan dibahas nanti. Mengenai anggapan kedua, kendatipun tak dapat
dinafikan bahwa manusia diciptakan sedemikian rupaya sehingga manusia
yang satu dengan manusia yang lain ada perbedaannya, namun salah kalau
mengatakan bahwa hanya pahlawan dan orang jenius saja yang memiliki daya
kreatif sedangkan yang lainnya konsumen budaya dan peradaban.
Sesungguhnya semua manusia kurang lebih memiliki kemampuan kreatif,
sehingga semua orang atau setidak-tidaknya kebanyakan dapat ikut dalam
aktivitas produktif dan kreatif, meskipun andil mereka tidak seberarti
andil orang jenius.
Berbeda sekali dengan teori bahwa tokoh
menciptakan sejarah, ada teori lain yang menyatakan bahwa sejarahlah
yang menciptakan tokoh. Dengan kata lain, sesungguhnya kebutuhan sosial
yang ada itulah yang menciptakan tokoh. Montesquieu mengatakan, "Orang
besar dan peristiwa penting merupakan tanda dan akibat dari peristiwa
yang lebih penting dan lebih besar." Hegel berkata, "Orang besar tidak
menciptakan sejarah, melainkan membidaninya." Orang besar merupakan
simbol, bukan penyebabnya. Menurut pemikiran orang-orang yang, seperti
Durkheim, percaya bahwa semangat kolektif merupakan hal pokoknya, dan
bahwa individu-individu seperti itu sama sekali tak memiliki
personalitas dan mereka meminjam personalitas mereka dari masyarakat,
maka individu-individu seperti tokoh-tokoh besar tak lain adalah
perwujudan semangat kolektif masyarakat. Dalam kata-kata Mahmud
Syabistari, mereka adalah kasa jendela semangat kolektif.
Dari
sudut pandang orang-orang yang seperti Marx menganggap persepsi
individu sebagai perwujudan kebutuhan material kolektif, tokoh tak lain
hanyalah perwujudan kebutuhan material dan ekonomi masyarakat.
[1]
Sebagian binatang dapat berbagi pengetahuan, namun hanya pada tataran
kejadian sehari-hari, bukan pada tataran pengalaman ilmiah. Al-Qur'an
juga mengisyaratkan fakta ini ketika mengatakan: Hingga apabila mereka
(tentara Sulaiman) sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut,
"Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarangmu, agar kamu lidak diinjak
oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. " (QS.
an-Naml: 18)